12 Agustus 2009

Geowisata dan Arkeowisata

Kondisi geologi yang unik yang berbeda tetapi memiliki daya tarik tertentu suatu daerah dapat merupakan aset dan memiliki nilai ekonomi bagi suatu daerah. Hal ini setidaknya terungkap pada lokakarya yang diadakan atas kerja sama antara Forum Wartawan Purbalingga, Teknik Geologi FST Unsoed, Balai Arkeologi, Teknik Geologi FITB ITB dan Pemkab Purbalingga sebagai tuan rumah. Lokakarya itu sendiri diadakan di sebuah tempat rekreasi (resort, atau cottage) yang berlabel Owabong, sekitar 3 Km dari pusat Kota Purbalingga.

Resort dan Cottage Owabong Purbalingga sebagai tempat berlangsungnya Lokakarya

Pembicara yang hadir dalam lokakarya tersebut datang dari berbagai bidang, yaitu geologi, arkeologi dan penulis. Seperti yang diungkap oleh salah seorang pembicara, bahwa kecendrungan orang berwisata saat ini telah mengalami perubahan seiring dengan peningkatan pendidikan dan informasi. Beliau menyebut paling tidak ada tiga hal pendorong orang berwisata:
  • Mencari pengalaman tertentu
  • Berinteraksi dengan budaya tertentu
  • Menambah wawasan dan pengetahuan
Dalam lokakarya tersebut juga terungkap bahwa Kabupaten Purbalingga memiliki kondisi alam dan budaya yang potensial dalam bidang pariwisata. Keberadaan Gunung Slamet dan kondisi geologi daerah tersebut turut mengontrol pola kehidupan masyarakat dan budaya sejak manusia pertama yang menjejakkan kakinya di daerah ini sampai sekarang.

Lokakarya Menggali Potensi Geologi dan Arkeologi Kabupaten Purbalingga untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Manusia pertama penghuni daerah Purbalingga hidup dari usaha mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya (alam) yang ada di sekitar DAS (daerah aliran sungai), salah satunya di sekitar Kali Kuning, yang juga tercatat sebagai salah satu dari 4 daerah penting di Pulau Jawa di mana terdapat jejak hunian manusia purba (Cianten dan Cikaso di Jawa Barat, Cilaca dan Kali Kuning di Jawa Tengah dan Baksoka di Perbatasan Jawa Tengah dan Timur).

Jejak manusia purba yang ada di sekitar Kali Kuning - Purbalingga berasal dari Kebudayaan Paleolitikum, dengan bukti ditemukannya berbagai perkakas purba seperti, Kapak Perimbas, Kapak Pembelah, dan lain-lain. Selain Kali Kuning, daerah Limbasari dan Tipar Ponjen juga dijumpai jejak-jejak kebudayaan purba dari zaman setelah Paleolitikum, yaitu Neolitikum, dengan bukti ditemukannya berbagai perkakas (seperti beliung) dan serpihan-serpihan buangan (per-perbengkelan?). Selain perkakas, beberapa peninggalan purba yang ada di Purbalingga antara lain: Menhir, Arca dan lain-lain.

Selain potensi wisata sejarah dengan arkeologinya, Purbalingga juga memiliki potensi Batu Mulia yang cukup potensial, yaitu Jasper yang banyak dijumpai di beberapa DAS. Perkakas purba yang telah dibahas di atas, tampaknya juga berbahan baku sejenis batu ini. Jasper diusahakan sebagai perhiasan karena keindahannya. Pembentukan Jasper memerlukan kondisi geologi yang unik, dimana batuan asal sebelumnya mengalami peng-kaya-an mineral silika dan proses metamorfosa tahap awal sehingga menghasilkan produk akhir berupa Jasper yang indah jika diolah lebih lanjut (diasah, dihaluskan permukaannya, dan lain-lain).

Menghitung potensi geologi dan arkeologi yang ada di daerahnya, pemerintah daerah Purbalingga - dalam pidato sambutan yang disampaikan langsung oleh Bupati Purbalingga sebelum lokakarya dimulai - cepat merespon dengan berbagai rencana dan strategi, salah satunya adalah: pengembangan geo-arkeo tourism untuk melengkapi khasanah obyek pariwisata pendidikan di Purbalingga. Dalam APBN Perubahan tahun 2009, pemda juga telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan Musium Wayang dan Artefak sebagai Pusat Pengkajian dan Informasi Arkeologi Purbalingga (rencananya akan diresmikan pada Pekan Pariwisata Purbalingga, tanggal 18-31 Desember 2009, yang juga merupakan hari jadi Purbalingga).

Salah satu tempat rekreasi yang ada di Owabong Purbalingga